JOURNALIST: Kasus Korupsi - Part 2
Aku
injak rem mobil secara mendadak hingga berhenti, namun kemudian anak itu
terjatuh kejalan. Segera Aku dan Dodit keluar dari mobil untuk melihat keadaan
anak itu.
Untung saja anak itu tidak mengalami luka-luka yang serius. Namun anak itu
masih memegangi perutnya, entah apa yang dia rasakan.
“Kamu gak apa-apa Dek?” Tanyaku
khawatir pada si anak.
“Aduhh... Perutku sakit kak...”
Jawab anak itu kesakitan sambil memegangi perutnya.
“Perut kamu sakit kenapa Dek?” Tanyaku
lagi.
“Aku belum makan seharian.”
Jawab anak itu langsung.
“Halahh... MODUS!” Kata Dodit
sinis.
“Hus! Lo Dit, asal ceplos aja.”
Kataku membentak Dodit.
Aku sangat merasa tak tega pada
anak itu, kemudian aku membangunkannya dan mengajaknya menepi. Terdengar suara-suara
kelakson yang berbunyi. Ternyata mobil kami menghalangi jalan
kendaraan-kendaraan lain yang mau lewat.
“Duh gimana ni Dre? Mobil kita
menghalangi jalan. Gak ada tempat parkir lagi.” Kata Dodit bingung.
“Gini aja Dit, lu duluan aja ke
kantor, bawa mobil dan hasil liputan kita hari ini. Kalau Bos nanyain gue,
jawab aja gue ada urusan dulu.” Jawabku menyuruh.
“Oke deh! Tapi gak apa-apa gue
tinggalin?” Tanya Dodit lagi.
“Udah gak apa-apa, udah cepetan
lu berangkat.” Suruhku lagi.
Dodit langsung berlari menuju
mobil dan mulai meninggalkan ku bersama anak yang Aku bawa ke pinggir jalan. Anak
itu masih terlihat memegangi perutnya, sepertinya anak itu memang benar-benar
kelaparan. Melihat dari pakaiannya yang kumel, sepertinya anak ini adalah anak
jalanan.
“Kamu lapar ya Dek? Kakak belikan
makanan ya.” Tawarku pada si anak.
“Gak usah Kak, gak apa-apa.”
Jawab anak itu mencoba menolak.
“Sudah gak apa-apa, ayo kita
cari makan.” Ajakku lagi.
Kali ini anak itu tidak
menolak, mungkin karena dia memang tak ada pilihan lain lagi karena dia sudah
sangat lapar.
Kami berjalan kaki mencari rumah makan yang dekat. Anak itu
masih memegangi perutnya sambil berjalan kesakitan.
Akhirnya kami menemukan rumah
makan padang. Aku memesan satu porsi makanan untuk anak itu saja, karena Aku
sudah makan sebelumnya. Saat makan, anak itu terlihat sangat rakus. Maklum saja
dia memang belum makan seharian.
“Makannya pelan-pelan aja Dek,
biar gak keselek.” Suruhku pada anak itu. Dia tak menjawab dan terus
melanjutkan makan tapi berubah menjadi pelan.
“Oh iya, nama kamu siapa Dek?”
Tanyaku ramah.
“Ehhh... Namaku Indah Kak.”
Jawab Indah gugup.
“Ohh... Nama Kakak Andre. Terus
kenapa kamu sendirian, mana Ibu dan Bapak kamu?” Tanyaku lagi penasaran.
“Ibu dirumah lagi sakit, kalau
Bapak... Ehh... Bapak udah lama meninggal.” Jawab Indah sedih.
“Maaf ya Dek, kalau kakak nanya
kaya gitu.” Kataku menyesal.
“Gak apa-apa ko kak.” Jawab
Indah sedikit tersenyum.
Beberapa saat
kemudian, Indah sudah selesai makan. Dan Aku segera membayar makanan tersebut
namun Aku juga membeli dua porsi lagi makanan yang dibungkus untuk Ibu Indah.
“Ayo Dek, kakak antar kamu
pulang. Kamu yang nunjukin jalannya ya.” Ajakku pada Indah.
Indah menuntunku menuju
rumahnya, namun yang Aku lihat Indah menuntunku ke daerah yang kumuh yang jauh
dari kesan bersih. Kemudian kami berhenti disebuah rumah kardus.
“Disini kak rumah Aku. Ayo masuk
Kak.” Kata Indah menuntunku masuk.
“Oh iya Dek.” Jawabku heran.
Memang Aku tak biasa memasuki
pemukiman yang kumuh seperti ini, namun aku mencoba untuk membiasakan diri agar
Ibunya Indah tidak merasa risih jika Aku bersikap tak wajar.
“Assalamualaiqum...” Salamku
saat masuk kedalam rumah kardus.
“Wallaiqum salam... Uhuk,
uhuk...” Jawab seorang perempuan yang terdengar kesakitan.
Terlihat seorang Ibu-ibu paruh
baya yang sedang berbaring dengan alas tikar yang sudah kusut. Keadaannya terlihat
memprihatinkan untuk seorang Ibu yang berusia kurang lebih 40 tahunan.
“Bu ini Kak Andre. Kak Andre
yang udah anterin Indah pulang.” Kata Indah memperkenalkanku pada Ibunya dengan
wajah yang gembira.
“Salam kenal Bu.” Kataku dengan
wajah gembira.
“Terima kasih ya sudah
mengantarkan Indah sampai ke rumah.” Kata Ibu Indah tersenyum.
“Oh iya, ini Bu makanan buat
Ibu dan Indah.” Kataku sambil menyerahkan pelastik hitam yang isinya dua
bungkus makanan.
“Iya Bu, Kak Andre baik loh...
tadi aku juga ditraktir makan.” Kata Indah yang kembali terlihat bahagia.
“Terima Kasih sekali sudah
repot-repot.” Jawab Ibu Indah yang mencoba bangun dengan susah payah.
“Iya sama-sama Bu. Ini sebagai
rasa bersalah saya karena sudah membuat Indah jatuh tertabrak mobil. Untung saja
Indah gak terluka parah.” Kataku menjelaskan.
“Hmm... Kamu pasti ngemis ya
Indah.” Kata Ibu Indah sedikit marah.
“Engga kok Bu. Indah Cuma ngamen
aja, tadi Indah gak hati-hati nyebrang jalan gitu aja tanpa liat-liat dulu.”
Jawab Indah yang sedikit sedih.
“Indah gak salah kok Bu, saya
saja yang melamun waktu nyetir.” Kataku membela Indah.
“Terima kasih ya nak Andre. Maaf
kalau Indah merepotkan nak Andre.” Kata Ibu Indah berterima kasih.
“Iya sama-sama Bu, justru saya
yang harus meminta maaf.” Jawabku tersenyum.
Aku merasa sangat Iba terhadap mereka. Mereka tidak bisa
menikmati hidup dengan layak sepertiku. Mereka juga harus bekerja keras untuk
mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Indah dan Ibu nya juga sangat akrab dan
ramah, membuatku teringat kepada Ibu ku dirumah. Indah bernasib sama denganku
yang tidak memiliki seorang Ayah.
“Kalau begitu saya pulang dulu
ya Bu.” Kataku pamit.
“Iya nak Andre, sekali lagi
terima kasih sudah mengantarkan Indah.” Kata Ibu Indah berterima kasih kembali.
“Iya sama-sama Bu. Oh iya, ini
sedikit uang buat Ibu dan Indah. Maaf jika jumlahnya sedikit, tapi
mudah-mudahan bermanfaat.” Kataku sambil memberikan uang yang tidak diberi
amplop karena sebelumnya Aku tidak menyiapkannya.
“Nak Andre tidak usah
repot-repot, sudah mengantarkan Indah saja Ibu sudah sangat berterima kasih.”
Jawab Ibu Indah merasa tidak enak.
“Engga apa-apa ko Bu, ini rizki
buat Ibu dan Indah. Kalau begitu saya pulang ya Bu.” Kataku pamit.
“Ya sudah hati-hati ya nak. Ibu
sangat berterima kasih pada nak Andre.” Kata Ibu Indah terlihat senang.
“Iya Bu. Indah kakak pulang
dulu ya. Nanti kapan-kapan kakak mampir lagi kesini.” Pamitku pada Indah.
“Iya Kak, makasih ya Kak.” Kata
Indah berterima kasih.
“Iya... Assalamualaiqum...”
Salamku pada Indah dan Ibunya.
“Wallaiqum salam...” Jawab
Indah dan Ibunya.
“Hati-hati ya Kak.” Kata Indah
mengingatkan.
Aku pun pulang meninggalkan Indah dan Ibunya. Dalam hati
Aku berdoa, semoga Indah dan Ibu nya selalu dalam lindungan Allah SWT.
~ Bersambung ~
Comments
Post a Comment
Harap setelah membaca Postingan beri komentar dengan kritik dan saran yang membangun. supaya blog ini dapat terus berkembang. Jangan lupa untuk share artikel dengan klik tombol Google+, Facebook, Twitter, Dll. Terima kasih :)