Journalist: Kasus Korupsi - Part 1


“Pak bagaimana bapak bisa terjerat kasus korupsi?”
“Hasil pemeriksaan tadi apa Pak?”
“Pak bisa klarifikasi kasus Bapak ini?”

Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para wartawan kepada seseorang yang tengah terjakit kasus korupsi yang baru saja keluar dari gedung KPK setelah diperiksa.
Namaku Andre, Aku adalah wartawan dari surat kabar swasta di Jakarta. Setiap hari, hal seperti inilah yang aku cari untuk memenuhi kebutuhan surat kabar perusahaan. Untung saja dizaman ku ini kebebasan Pers sudah tidak dilarang lagi asalkan menaati Undang-undang Pers itu sendiri, jadi Aku bisa dengan bebas mencari berita yang memang harus diberitakan kepada masyarakat.
“Dre, lu dapat apa tadi? Gue ketinggalan ni, tadi ke toilet dulu.” Tanya Dodit yang baru keluar dari toilet.
Dodit adalah temanku, dia juga seorang wartawan dan bekerja diperusahaan yang sama denganku.
“Cuma dapat foto-foto doang, Pak Jojo gak mau ngomong sama wartawan.” Jawabku santai.
“Ya udah ah, cabut yuk!” Ajak Dodit.
“Mau kemana?” Tanyaku sambil melihat-lihat foto dikamera.
“Ya cari berita lain, ke rumah Pak Jojo nya ke!” Jawab Dodit keras.
“Ohh... Ya udah ayo.” Jawabku dengan santai.

Kami pergi kerumah Pak Jojo, tersangka korupsi yang tadi kami liput saat pemeriksaan di kantor KPK menggunakan mobil perusahaan yang memang diberikan untuk tugas. Tepatnya didaerah perumahan Citra Asih, Jakarta Utara yang berjarak lumayan jauh dari kantor KPK.
Bukan Jakarta namanya jika tanpa ada macet dijalan. Memang sangat menjengkelkan karena waktuku menjadi terbuang karena macet. Entah kapan Jakarta bebas dari kemacetan jalan, atau mungkin itu hanya akan menjadi angan-angan belaka. Kurang lebih setengah jam kami terjebak macet. Satu jam kami menghabiskan waktu diperjalanan dan kami pun tiba dirumah Pak Jojo diperumahan Citra Asih.
“Ting... Tong.... Assalamu’alaiqum...” Aku membunyikan bell sambil mengucapkan salam.

Seorang petugas Security datang dari dalam menghampiri kami yang sudah berdiri di depan gerbang rumah.
“Siapa kalian? Mau apa kalian datang kesini?” Tanya Satpam membentak tanpa membalas salam.
“Gini Pak, kita wartawan, kita mau mewawancarai keluarga dari Pak Jojo, Bisa?” Jawabku mencoba ramah.
“Tidak bisa! Mereka tidak ada dirumah, sebaiknya kalian pergi dari sini!” Jawab satpam membentak.
“Ehh... Biasa aja dong Pak, kita disini bukan cari ribut!” Kata Dodit sewot kepada Satpam.
“Sudah, sudah Dit, kita pergi aja.” Kataku memisahkan.
“Ah lu terlalu lembek Dre, biar gue aja yang hadapi tuh satpam!” Jawab Dodit kesal.
“Sudah, ayo kita pergi dari sini.” Jawabku santai.
“Maaf ya Pak, teman saya memang seperti itu. Terima kasih atas informasinya.” Kataku ramah kepada Satpam.

Tanpa ada hasil, kami pun pergi meninggalkan rumah Pak Jojo. Dodit masih terlihat kesal karena ulah satpam tadi. Dalam mobil, kami kembali berbincang.
“Lu terlalu lembek Dre, harusnya lu gak usah ramah ngadepin orang kaya gitu.” Kata Dodit kesal.
“Gue gak mau cari keributan, ngadepin orang kaya gitu gak bisa dengan kekerasan lagi. Bisa-bisa berabe.” Jawabku dengan santainya sambil mengendarai mobil.
“Gini nih yang bikin gue kesel sama lu. Lu terlalu baik.” Jawab Dodit sinis.
“Hahaha... Bagi gue gak ada istilah terlalu baik. Ada-ada aja lu Dit.” Tawaku karena mendengar ucapan Dodit.
“Hah! Terserah lu aja dah, gue lapar. Lu lapar gak?” Tanya Dodit kelaparan.
“Haduh... Dodit, Dodit. Ya sudah, kita cari makan.” Jawabku heran.

Kami mencari tempat makan, dan kami berhenti disebuah rumah makan disisi jalan. Kami memang biasa makan ditempat yang tidak terlalu mencolok, hal itu untuk menekan biaya yang dikeluarkan. Karena biasanya rumah makan yang ada disisi jalan lebih murah harganya dibanding restoran-restoran.
Sambil makan, kami kembali berbincang-bincang.
“Dre, kenapa ya pejabat-pejabat banyak banget yang korupsi?” Tanya Dodit sambil makan dengan rakusnya.
“Tau, kurang iman kali?” Jawabku tak peduli.
“Ah lu Dre, gak peduli banget. Sebagai warga yang baik, seharusnya kita peduli akan keadaan seperti ini.” Jelas Dodit penuh semangat.
“Tumben lu ngomong gitu, biasanya lu cuma bisa marah-marah doang.” Kataku menyindir.
“Ya gak selamanya gue marah-marah terus kali Dre. Tapi ya, kan Pak Kirdun itu kepala desa di Kampung gue, waktu pemilihan kepala desa itu serangan pajarnya pada gede-gede. Malah harta Pak Kirdun bisa dibilang habis, eh pas menang belum genap satu tahun dia udah bisa beli mobil aja.” Kata Dodit menjelaskan sambil makan.
“Suudzon lu!” Jawabku menertawakan.

Namun, mendengar perkataan Dodit, Aku terdiam sejenak. Berfikir dan mengira apa itu alasan para pejabat untuk korupsi. Entahlah.
“Kenapa lu, tiba-tiba melamun kaya gitu?” Tanya Dodit heran melihatku tiba-tiba melamun.
“Enggak, ayo cepetan makannya. Kita harus buru-buru ke kantor, udah sore ni.” Kataku sambil mempercepat makan.

Setelah makan, kami buru-buru membayar dan segera menuju kantor. Dalam perjalanan Aku hanya terdiam, memikirkan perkataan temanku tadi mengenai kepala desanya. Namun tiba-tiba seorang anak kecil perempuan melintas jalan sambil memegangi perutnya disaat konsentrasiku berkurang karena memikirkan hal tersebut.

~ Bersambung ~

Comments

Read other articles

2016 Wajib Banget Punya OPPO R7s